SANG PEMULUNG BUDIMAN
Saat
anda lewati TPS (Tempat Pembuangan Sampah), dengan pasti saya dapat menebak
bahwa Anda akan menutup hidung rapat-rapat atau mungkin menahan nafas hingga
kita jauh dari sumber baud dan penyakit itu (menurut kita). Tapi lain di mata
bapak yang satu ini.
Sampah
di matanya seperti berlian dan baunya seperti udara bersih yang kita hirup sehari-hari.
“Wah, sudah biasa pak ustadz…. Udah jadi makanan sehari-hari,” jawabnya ketika
beliau saya Tanya tentang kebiasaannya.
Saya
heran, kagum dan merasa iri dengan beliau. Ketika Senin beliau berpuasa, ketika
Kamis pun demikian.
Bahkan
beliau pun sering berbuka di dekat TPS itu sembari menunggu buangan sampah
warga yang lain.
Saya
rasa, kita tak akan sanggup menelan makanan di samping sampah ataupun bau yang
menyengat hidung. Sekali lagi saya kagum dengan beliau.
Saya
selaku saksikan bapak ini membawa plastik putih di sepedanya. Dan tahukah Anda
apakah isinya?
Jika
Anda menebak itu berisi makanan maka Anda salah. Isinya tak lain adalah baju
muslim, sarung, dan peci putih favoritnya.
Setiap
adzan hamper berkumandang beliau pergi ke kamar mandi umum yang ada didekatnya.
Ia mandi wudhu dan pergi dari masjidyang jaraknya 500 meter darinya.
Beliau
datang paling awal di masjid. Seakan tak merelakan dirinya berdiri di shof yang
kedua.
Setelah
shalat ashar kala itu. Sempat saya tanyakan kepada beliau tentang keadaannya.
Mengapa selalu saja ada dan dating paling awal ke masjid?
“Saya
malu ustadz, kalo saya datang dan berdiri paling akhir dalam jamaah masjid.
Saya malu sama Allah,” jawab beliau.
“Lho,
kenapa malu pak?” saya kembali bertanya.
“Saya
malu ustadz. Sebab saya sudah diberi nikmat nyawa dan nikmat rizki yang
berlimpah.” Jawabnya.
Kemudian
beliau lanjut berkata,”Bukankah setiap nyawa akan mati, dan bukankah setiap
anak Adam pasti akan berdosa. Lalu mengapa kita masih berbangga diri, seakan
kita tel;ah aman dari neraka dan selalu berbangga dengan amalan kita yang
sedikit jumlahnya.”
Subhanallah..
Sungguh istimewanya bapak ini.
Meski
hanya mengais sampah. Ia katakana ini adalah rezeki yang lebih baginya. Meski
susah dalam pandangan manusia, ia tetap istiqomah dijalan-Nya.
Coba
kita dibandingkan dengan kita yang diberi nikmat pekerjaan yang mulia, bersih
dan jauh dari kesan kumuh. Namun lebih senang berada di depan komputer dari
pada melangkah ke masjid tuk shlat jamaah.
Dan
kita yang makan di tempat yang lalat tak mungkin tuk mendekat, terkadang
membaca Bismillah pun kita tak sempat.
Inilah
pembelajaran.
Yang
kita mengira tak ada manfaatnya ketika kita berkawan dengan orang seperti beliau.
Jangan heran bila berlian kau temukan di Lumpur hitam kelam. Jangan pernah
tidak bersyukur atas segala yang telah diberikan. Dan jangan berbangga dengan
kebaikan yang kita lakukan sebab itu semua akan melenakan.
Semoga
bisa diambil hikmah sebagai pengingat bahwa kita harus lebih baik dari sekarang
dan selalu memikirkan kehidupan akherat.
No comments:
Post a Comment