Pernahkah
kita berfikir sejenak tentang apa sebenarnya tujuan sebuah kisah dikisahkan
pada orang lain? Karena tanpa kita sadari, isi dari sebagian besar percakapan
kita dengan orang lain adalah kisah. Kita berbincang dengan saudara-saudara
sepupu ketika acara kumpul keluarga ketika lebaran tiba temanya tak jauh dari
bercerita kisah. Demikian pula jika kita sedang rehat di sela aktifitas
keseharian di kantin dengan teman sekantor, yang menjadi bahan pembicaraan pun
tak jauh dari kisah-kisah.
Kisah
itu sendiri amat banyak variannya. Kabar tentang keluarga kita bisa jadi kisah.
Pengalaman pribadi kita juga kisah. Aneka anekdot juga bisa menjadi kisah. Pengalaman
orang lain pun bisa menjadi kisah. Selama berbagai macam hal itu ditransfer
dari satu orang ke orang lain, maka dia akan berubah wujud menjadi sebuah
kisah. Sedangkan, kalau dibiarkan tersimpan dalam memori masing-masing maka dia
bukanlah kisah.
Kembali
kepada pertanyaan di atas, mengapa kita mengisahkan kisah-kisah itu dikisahkan?
Singkat kata, karena kisah itu bermanfaat. Lalu, apa manfaatnya? Jawaban singkatnya
bisa menjadi pengetahuan baru bagi pendengarnya.
Seperti
yang dikatakan oleh seorang bijak. “Orang yang pandai adalah orang yang mau
bercermin pada pengalaman orang lain. Sedang orang yang bodoh hanya bercermin
pada dirinya sendiri.”
Dengan
kata lain, orang yang bodoh adalah orang yang tidak mau mendengar kisah orang
lain. Sedangkan orang yang pandai adalah orang yang mau mendengarkan kisah
orang lain, menimbangnya, lalu mengambil pelajaran dari kisah tersebut.
Setelah
dipikir-pikir, ternyata betul juga apa yang dikatakan oleh orang bijak itu. Bagaimana
tidak? Si Bodoh, tidak mengambil pelajaran kecuali dari apa yang pernah dia
alami. Sedangkan Si Pandai, dia tidak seperti itu. Mottonya, jika sudah pernah pernah
ada orang yang jatuh dalam sebuah lubang, kita tidaklah perlu ikut jatuh pula. Cukup
hal itu menjadi pelajaran berharga untuk tidak jatuh pada lubang yang sama”
bukan?
Oleh
karenanya, disini akan disajikan kisah-kisah kecil yang terkadan dianggap
remeh, akan tetapi hakekatnya penuh dengan pelajaran berharga. Diambil dari
buku Al-Bukhala’ karya Al-Jahizh yang amat terkenal. Semoga bermanfaat.
Tangisan
Positif
Suatu
ketika Al-Jahizh berjumpa dengan Fulan yang sedang memarahi kawannya yang mudah
menangis mengucurkan air matanya ketika berdoa. Fulan berkata, ”Kebiasaanmu
mirip dengan perempuan, cengeng, dan matamu bisa kehabisan air mata lalu buta.
Mendengarnya
Al-Jahizh ganti memarahi Fulan, ”Sesungguhnya menangis itu sesuai dengan watak
bawaan manusia. Dampaknya akan positif jika sesuai dengan situasi dan kondisi. Menangis
menandakan hati lembut dan tidak keras. Menangis juga dianggap sebagai
kesempurnaan dan kebahagiaan para wali Allah. Menangis termasuk hal penting
bagi orang yang beribadah dan juga orang yang mendekatkan diri kepada Allah. Menangis
juga bermanfaat bagi orang-orang yang takut. Tangisan digunakan sebagai alat
untuk memperoleh belas kasihan.”
Al-Jahizh
menambahkan lagi,”Ada seorang bijak yang menasehatkan kepada seorang laki-laki
yang terlalu cemas melihat anak bayinya yang selalu menangis. Dia berkata,’Janganlah
cemas, karena sesungguhnya menangis itu mempercepat pertumbuhan badannya
sekaligus baik juga untuk penglihatannya.”
Si
Fulan tadi hanya bisa melongo mendengarkan. Belum cukup dengan itu, Al-Jahizh
menambahkan lagi,”Para salaf juga banyak menangis karena dosa-dosa dan
Rasulullah SAW tidak pernah melarangnya.”
Dikisahkan
juga oleh Al-Jahizh tentang seorang lelaki yang hidup pada masa Ustman bin
Affan bernama Amir bin Abdi Qaiz kerap kali memukul-mukul matanya seraya
berkata,”Mataku tidak bisa menangis, tiada berkedip, dan tiada pernah basah. ”Dia
mengatakannya karena takut kalau-kalau hatinya sudah keras karena tiada pernah
menangis.
Ternyata
apa yang terjadi di masa Al-Jahizh meski bebeda tempat dan masa tak jauh berbeda dengan apa yang kita
alami di sini. Menangis bagi seorang laki-laki terkadang dianggap perbuatan
yang memalukan. Bahkan, dibeberapa tempat seorang ayah akan sangat marah jika
melihat anak laki-lakinya menangis. Sehingga muncullah sebuah anggapan di
kehidupan masyarakat kita bahwa pantang bagi seorang laki-laki meneteskan air
mata, meski pada keadaan amat menyedihkan sekali pun.
Disini
Al-Jahizh memutarbalikkan presepsi itu, bahwa menangis bukanlah hal yang
memalukan. Bahkan orang yang susah menangis (karena takut pada Allah) maka
hatinya terancam mengeras. Menangis juga bisa menjadi wasilah penyelamat dari
api neraka. Hal ini sesuai dengan hadits nabi yang potongannya berbunyi,”Dua
mata yang selamat dari jilatan api neraka… mata yang basah karena beribadah
kepada Allah.”
Oleh
karena itu, marilah kita giatkan tangisan positif di antara kita. Agar hati
tidak keras, diri pun selamat dari api Neraka.*(Aslm)
No comments:
Post a Comment