Epos : Perjuangan Sang Nabi
(Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri)
Oleh : Fajar Kurnianto
Alumnus UIN Jakarta
Judul : Ketika Bulan
Terbelah (When The Moon Split), Jejak Biografi Nabi
Muhammad
Penulis : Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri
Penerbit : Alita Aksara Media, Depok
Cetakan : I, September 2012
Tebal : xiv+384 halaman
ISBN : 978-602-92890-5-3
Harga : Rp85,000,-
Penulis : Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri
Penerbit : Alita Aksara Media, Depok
Cetakan : I, September 2012
Tebal : xiv+384 halaman
ISBN : 978-602-92890-5-3
Harga : Rp85,000,-
Keberhasilan tidak lahir di ruang
hampa. Ia merupakan buah kerja keras dan perjuangan yang tak kenal lelah,
pantang menyerah menghadapi berbagai aral melintang. Aral yang tidak
semata-mata bersifat bendawi mati, tetapi juga badani hidup. Demikianlah jalan
hidup para nabi sejak Adam hingga Muhammad. Mereka semua telah bekerja keras
menyebarkan ajaran Tuhan, menyampaikan kebenaran, mengeluarkan manusia dari
“kegelapan” kepada “cahaya terang-benderang”, dalam konteks ruang dan waktu masing-masing.
Epos mereka direkam dalam
kitab-kitab suci, abadi di tangan para pengikut mereka hingga kini,
terus-menerus hidup dan dihidupkan karena menjadi teladan ideal dalam
kehidupan. Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri dalam buku ini menghadirkan epos
dahsyat Nabi Muhammad, seorang nabi yang merupakan matarantai para nabi dan
rasul sebelumnya. Ketika Bulan Terbelah (When The Moon Split) menjadi gambaran
dahsyat perjuangan beliau menyebarkan kebenaran di tengah masyarakat
pagan-politeis padang pasir Jazirah Arab, dimulai dari Mekah dan berlanjut di
Madinah, dua kota suci yang hingga kini tak pernah sepi, seperti Jerussalem di
Palestina.
Bulan memang pernah terbelah pada
masa Nabi Muhammad, demikianlah sejarah menginformasikan. Abdullah bin Mas’ud,
yang dikenal juga dengan nama Ibnu Mas’ud, salah satu dari “Abadilah Khamsah”
(lima orang sahabat Nabi Muhammad yang bernama awal Abdullah), mengisahkan:
orang-orang Quraisy Mekah meminta Nabi untuk memperlihatkan mukjizat kepada
mereka, karena seperti yang mereka dengar dari cerita-cerita nenek moyang
mereka, para nabi dan rasul terdahulu punya mukjizat yang diperlihatkan kepada
kaumnya.
Nabi Muhammad lantas berdoa kepada
Tuhan agar diberi mukjizat untuk diperlihatkan kepada mereka. Doa beliau
dipenuhi: Nabi membelah bulan menjadi dua bagian. Setiap belahannya berada di
dua sisi bukit Hira. “Lihatlah bulan itu! Saksikanlah!” kata Nabi kepada
orang-orang. Mereka pun menoleh ke arah bulan dan melihatnya, takjub. Tetapi,
mereka malah menyebut itu sebagai sihir. Seorang dari mereka mengatakan,
“Mungkin Muhammad memantrai kita. Jadi, mari kita tunggu sampai beberapa
musafir tiba di Mekah, dan menanyakan kepada mereka apakah mereka melihat
sesuatu yang ajaib di tengah perjalanan mereka.”
Musafir atau kafilah niaga Quraisy
yang tiba di Mekah beberapa hari kemudian pun segera mereka tanyai tentang
terbelahnya bulan. Mereka menjawab bahwa mereka memang melihat terbelahnya
bulan beberapa hari lalu, dalam perjalanan mereka. Ada begitu banyak orang yang
menyaksikan bulan terbelah. Bukan hanya mereka yang ada bersama Nabi, tetapi
juga para kafilah niaga di tengah perjalanan pulang mereka (hlm. 126-127).
Sebagian kita saat ini, seperti halnya mereka, bisa jadi bertanya-tanya,
benarkah bulan terbelah? Ada yang meyakini tanpa tanggapan, ada yang
menyebutnya mungkin saja terjadi tetapi dengan perspektif atau penafsiran yang
berbeda, ada juga yang tidak mengakuinya sama sekali.
Al-Mubarakfuri dalam buku ini
meyakini dan menyebutnya sebagai mukjizat luar biasa Nabi Muhammad, seperti
mukjizat-mukjizat yang juga dimiliki para nabi dan rasul sebelumnya. Tetapi, ia
tidak memfokuskan buku ini pada aspek itu saja. Jalan hidup Nabi Muhammad
justru tidak kalah dashyatnya dengan mukjizat terbelahnya bulan. Sejak menerima
wahyu Tuhan, lalu menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat, berbagai reaksi
keras bermunculan. Awalnya sebatas kata-kata celaan, hinaan, cemoohan dan
cibiran. Semakin lama perlakuan buruk secara fisik, baik terhadap Nabi maupun
para pengikutnya yang kian hari bertambah banyak.
Ketika tengah beribadah di samping
Ka’bah, kepala dan punggung beliau ditaruh jeroan unta yang baru disembelih.
Dengan menitikkan air mata, Fatimah, putri beliau, datang membersihkan jeroan
itu. Di hari yang lain, Nabi pulang dalam kondisi kepala dan baju kotor penuh
debu. Rupanya, orang-orang menaburi debu kepada beliau. Istri Abu Lahab
menaburi jalan yang biasa dilewati Nabi dengan duri untuk melukai beliau.
Tetapi, semua itu tidak menggoyahkan perjuangan beliau. Frustrasi dengan cara
kekerasan, orang-orang mencoba bernegosiasi dengan menawari beliau harta,
kedudukan, dan wanita tercantik di Mekah asalkan beliau menghentikan dakwahnya.
Itu pun tidak mempan.
Akhirnya, melalui rapat akbar di
Darun Nadwah yang dihadiri para suku-suku di Mekah dan sekitarnya, diputuskan
untuk menghabisi nyawa Nabi Muhammad. Rencana itu terdengar beliau, dan beliau
memutuskan untuk berhijrah ke Madinah, ditemani Abu Bakar. Para pembunuh itu
menuju rumah Nabi, tetapi beliau rupanya sudah pergi lebih dahulu. Dengan
memacu kuda-kuda mereka, pengejaran dan pemburuan dilakukan hingga gua Tsur,
tempat Nabi dan Abu Bakar bersembunyi. Keberadaan sarang laba-laba di mulut gua
itu membuat para pengejar itu menganggap tidak ada orang di dalam gua, akhirnya
mereka pulang dengan tangan hampa.
Tiba di Madinah, babak baru
perjuangan Nabi dimulai. Peperangan demi peperangan dilalui beliau. Meski
begitu, ini tidak berarti beliau mengabaikan pembangunan manusia. Dibandingkan
dengan waktu untuk perang, waktu untuk bersama umat jauh lebih banyak. Karena perang
dilakukan hanya ketika musuh mengumandangkan perang. Hingga wafat, capaian
beliau sungguh luar biasa. Jazirah Arab berubah total. Yang tadinya
bermayoritas pagan-politeis menjadi mayoritas monoteis. Hingga kini, hasil
perjuangan beliau dapat dilihat di berbagai belahan dunia. Islam ada di
mana-mana, hidup berdampingan dengan agama-agama lain. Bulan terbelah memang
dahsyat, tetapi hanya dalam tempo 23 tahun Nabi membuat perubahan besar, ini
juga tidak kalah dahsyat.
No comments:
Post a Comment