Saturday, June 23, 2012

ANALISIS MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA : SENGKETA DS430 INDIA – TINDAKAN MENGENAI IMPOR PRODUK PERTANIAN TERTENTU DARI AMERIKA SERIKAT


ANALISIS MENGENAI
PENYELESAIAN SENGKETA : SENGKETA DS430
INDIA – TINDAKAN MENGENAI IMPOR PRODUK PERTANIAN TERTENTU DARI AMERIKA SERIKAT



Oleh :



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS

2012


BAB I
PENDAHULUAN


A.   Deskripsi Kasus
Sengketa ini terjadi dari pengaduan oleh Amerika Serikat kepada tindakan India atas larangan yang dikenakan terhadap berbagai produk pertanian dari Amerika Serikat karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.
Hal ini tampak dari pengaduan Amerika Serikat kepada WTO. WTO akhirnya mengambil tindakan dengan cara konsultasi antar pihak yang bersengketa yakni konsultasi Amerika Serikat pada tanggal 6 Maret 2012.
Amerika Serikat dimintai konsultasi dengan India sehubungan dengan larangan yang dikenakan oleh India atas impor berbagai produk pertanian dari Amerika Serikat konon karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.
Langkah-langkah pada masalah adalah : Impor Undang-Undang Peternakan India tahun 1898 (9tahun 1898) (“Ternak Act”), sejumlah perintah yang dikeluarkan oleh Departemen India Peternakan, pekerjaan menghasilkan susu, dan Perikanan sesuai dengan Undang-Undang Peternakan terakhir SO 1663 (E), serta setiap perubahan, langkah-langkah terkaIt atau tindakan pelaksana.[1]
Amerika Serikat mengklaim bahwa tindakan tampaknya tidak konsisten dengan Artikel 2,2, 2,3, 3,1, 5,1, 5,2,5,5, 5,6, 5,7, 6,1, 6,2, 7, dan Lampiran B, paragraf 2, 5 dan 6 dari Persetujuan SPS, dan Pasal I dan XI GATT 1994.[2]
Amerika Serikat juga mengklaim bahwa tindakan India tersebut muncul untuk meniadakan atau merusak keuntungan yang diperoleh Amerika Serikat secara langsung atau tidak langsung berdasarkan perjanjian yang tertulis.

B.   Posisi Kasus
Sengketa ini terjadi antara India dan Amerika Serikat. Pengaduan itu sendiri dilontarkan oleh Amerika Serikat sehubungan dengan larangan yang dikenakan oleh India atas impor berbagai produk pertanian dari Amerika Serikat karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.
WTO mengambil kebijakan dengan menggunakan Dispute Settlement dalam menangani kasus tersebut, yakni suatu prosedur guna mengadili sengketa hukum di antara negara-negara anggota yang pengaturannya terdapat dalam Pasal XXII – XXIII GATT 1947.
Dispute Settlement Body (DSB) ini sendiri merupakan penyelesaian sengketa di WTO yang lebih condong penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang melalui tingkatan fasilitas penyelesaian sengketa mulai dari komunikasi/konsultasi/mediasi, panel of expert, appeal body (banding) dan general council (dewan umum).[3] Dalam tingkatan tersebut memiliki prosedurnya masing-masing, jika cara yang dilakukan dianggap gagal maka dilanjutkan ketingkatan yang dibawahnya.
Dalam sengketa ini, posisi sengketa masih berada dalam tahap awal, yakni tahap konsultasi.

C.   RUMUSAN MASALAH
1.  Aturan-aturan apasajakah yang terkait dengan kasus Sengketa DS430 ini?
2. Apasaja prinsip-prinsip yang bertentangan dengan kasus Sengketa DS430 ini?







BAB II
ANALISA


A.   Aturan-aturan
Dalam sengketa ini, aturan-aturan yang sesuai adalah aturan-aturan dalam Persetujuan Multilateral tentang Perdagangan Barang yang meliputi Persetujuan tentang Prosedur Impor dan Persetujuan tentang Pertanian.
Persetujuan tentang Prosedur Perizinan Impor itu sendiri terletak dalam Pasal 1 ayat (3) :
peraturan-peraturan untuk prosedur perizinan impor harus netral dalam pelaksanaanya dan diatur secara adil dan merata.[4]

Selain itu juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (8) :
impor-impor yang diijinkan tidak boleh ditolak karena adanya perbedaan kecil dalam niloai, jumlah atau beratnya dibandingkan yang tercantum pada ijinnya yang disebabkan oleh perbedaan yang terjadi dalam pengiriman, perbedaan yang mungkin terjadi dalam pemuatan barang secara besar-besaran, dan perbedaan kecil lainnya yang sesuai ddengan praktek-praktek niaga yang normal.[5]

Kemudian dalam Pasal 6 tentang Konsultasi dan penyelesaian sengketa, yakni :
Konsultasi dan penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan setiap masalah yang mempengaruhi operasi Persetejuan ini harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan pasal22 dan pasal23 PERSETUJUAN UMUM tentang Tarif dan Perdagangan 1994 sebagaimana dijelaskan ditetapkan dengan kesepakatan tentang Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Anderstanding).[6]

Dalam Persetujuan tentang Pertanian terdapat dalam Pasal 15 ayat (2) mengenai Perlakuan Khusus dan Berbeda, yakni :
“negara anggota dari negara berkembang memiliki fleksibilitas dalam mengimplementasikan komitmen pengurangan selama periode sampai dengan 10 tahun. Komitmen pengurangan tidak perlu dilaksanakan oleh negara yang belum berkembang.[7]

Dalam hal ini india termasuk salah satu anggota negara berkembang, sehingga india berhak dan memiliki kewenangan untuk menjalankan pengurangan barang-barang impor pertanian yang masuk ke negaranya dari Amerika serikat. Sesuai dalam pasal ini india sudah mengimplementasikan proteksi berbagai produk impor pertanian dari Amerika serikat yang dikhawatirkan terjangkit flu burung.

B.   PRINSIP-PRINSIP
Sengketa diatas bertentangan dengan prinsip-prinsip :
1.    Prinsip Transparansi (Transparency Principle)
Prinsip ini diatur dalam ketentuan Artikel X GATT. berdasarkan prinsip tersebut, negara anggota wajib bersikap terbuka terhadap kebijakan perdagangan sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan dan investasi. Dengan cara memberitahukan segala kebijakan terkait dengan perdagangan barang dan jasa.[8]
Jadi ini termasuk bertentangan dengan prinsip ini, sebab dalam hal ini India harusnya bersikap terbuka dan jelas terhadap Amerika Serikat terkait alasan mengapa India melarang masuknya produk impor dari Amerika Serikat ke negaranya. Sebaiknya tidak hanya dengan alasan kekhawatiran terkait dengan flu burung, tetapi harus dibuktikan akan kebenaran flu burung tersebut.
2.             Most Favour Nation (MFN) Principle
Karena dalam Perjanjiann tentang Penerapan Sanitary dan Phytosanitary didalam Pasal 2 dan Pasal 3 dikatakan bahwa dasar hak dan kewajiban yang berbunyi :
Pasal  2 anggota harus memastikan bahwa setiap tindakan sanitary atau phytosanitary hanya diterapkan sejauh diperlukan untuk melindungi manusia, hewan atau tanaman hidup atau kesehatan, didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan tidak dibuat tanpa bukti ilmiah yang cukup, kecuali sebagaimana diatur dalam ayat 7 Pasal 5.[9]

Pasal 3 “anggota harus memastikan bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak sewenang-wenang atau tidak dibenarkan melakukan diskriminasi antar anggota apabila kondisi yang sama atau serupa, termasuk diantara wilayah mereka sendiri dan wilayah Anggota lain. Ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak akan diterapkan dengan cara yang akan merupakan pembatasan terselubung terhadap perdagangan internasional”.[10]

Dalam prinsip Moust Favour Nation (MFN) tersebut, menentukan bahwa setiap keuntungan, bantuan dan hak istimewa yang diberikan oleh suatu negara peserta terhadap setiap barang yang berasal dari ataupun yang ditujukan kepada suatu negara harus diberikan juga (bagi produk sejenis) kepada seluruh anggota peserta lainya dengan segera dan tanpa syarat.
Dengan demikian, prinsip diskriminasi ini menentukan bahwa perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang atas suatu konsesi harus diberikan pada semua negara tanpa diskriminasi atas barang, jasa dan modal.
Disini tampak bertentangannya pada India yang memberlakukan larangan yang dikenakan atas berbagai produk pertanian dari Amerika Serikat karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.

            Produk Pertanian
             Yang termasuk produk pertanian adalah Produk pertanian utama dapat dikelompokkan ke dalam makanan, serat, bahan bakar, dan bahan baku. Pada abad ke-21, tanaman telah digunakan untuk mengembangkan biofuel, biopharmaceuticals, bioplastik, dan farmasi. Makanan spesifik termasuk sereal, sayuran, buah, dan daging. Serat termasuk kapas, wol, rami, sutra dan rami. Bahan baku termasuk kayu dan bambu. Bahan berguna lainnya yang diproduksi oleh tanaman, seperti resin. Biofuel termasuk metana dari biomassa, etanol, dan biodiesel. Cut bunga, tanaman pembibitan, ikan tropis dan burung untuk perdagangan hewan peliharaan adalah beberapa produk hias. Mengenai produksi pangan, Bank Dunia menargetkan produksi pangan pertanian dan pengelolaan air sebagai isu yang semakin global yang mendorong sebuah perdebatan penting dan berkembang.

 



BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Sengketa yang terjadi antara Amerika Serikat dengan India bermula dari larangan masuknya berbagai produk impor dari Amerika Serikat ke India. Hal ini membuat Amerika Serikat melaporkannya ke WTO. Amerika serikat mengklain bahwa tindakan India tidak konsisten dengan artikel 2.2, 2.3, 3.1, 5.1, 5.2, 5.5, 5.6, 5.7, 6.1, 6.2, 7 dan Lampiran B, paragraf 2, 5 dan 6 dari Persetujuan SPS dan Pasal I dan XI GATT 1994. Selain itu Amerika Serikat juga mengklaim bahwa tindakan India tersebut muncul untuk meniadakan atau merusak keuntungan yang diperoleh Amerika Serikat secara langsung atau tidak langsung berdasarkan perjanjian yang tertulis. Sebab India menerapkan kebijakan Impor Undang-Undang Peternakan India tahun 1989 (“Ternak Act”) yakni sejumlah perintah yang dikeluarkan oleh Departemen Peternakan India mengenai pekerjaan menghasilkan susu, dan Perikanan sesuai dengan Undang-Undang Peternakan, langkah-langkah terkait atau tindakan pelaksana. WTO mengambil kebijakan dengan menggunakan Dispute Settlement dalam menangani kasus tersebut, yakni suatu prosedur guna mengadili sengketa hukum di antara negara-negara anggota yang pengaturannya terdapat dalam Pasal XXII – XXIII GATT 1947. Dispute Settlement Body (DSB) ini sendiri merupakan penyelesaian sengketa di WTO yang lebih condong penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang melalui tingkatan fasilitas penyelesaian sengketa mulai dari komunikasi/konsultasi/mediasi, panel of expert, appeal body (banding) dan general council (dewan umum). Dalam tingkatan tersebut memiliki prosedurnya masing-masing, jika cara yang dilakukan dianggap gagal maka dilanjutkan ketingkatan yang dibawahnya. Dalam sengketa ini, posisi sengketa masih berada dalam tahap awal, yakni tahap konsultasi. Sengketa ini merujuk pada aturan-aturan dalam Persetujuan Multilateral tentang Perdagangan Barang yang meliputi Persetujuan tentang Prosedur Impor Pasal 1 ayat (3) dan ayat (6), Pasal 6 dan Persetujuan tentang Pertanian Pasal 15 ayat (2). Serta memenuhi prinsip transparansi dan prinsip MFN.

B.   Saran
Menurut kelompok kami, berdasarkan hal yang terkait dan apa yang telah dijabarkan diatas, untuk menyelesaikan sengketa tersebut menggunakan cara penyelesaian menggunakan Dispute Settlement dalam menangani kasus tersebut, yakni suatu prosedur guna mengadili sengketa hukum di antara negara-negara anggota yang pengaturannya terdapat dalam Pasal XXII – XXIII GATT 1947.
Dispute Settlement Body (DSB) ini sendiri merupakan penyelesaian sengketa di WTO yang lebih condong penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang melalui tingkatan fasilitas penyelesaian sengketa mulai dari komunikasi/konsultasi/mediasi, panel of expert, appeal body (banding) dan general council (dewan umum). Dalam tingkatan tersebut memiliki prosedurnya masing-masing, jika cara yang dilakukan dianggap gagal maka dilanjutkan ketingkatan yang dibawahnya.


DAFTAR PUSTAKA


Adolf, Huala. 1997. HUKUM Ekonomi Internasional. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Dirdjosisworo, Soedjono. 2004. Kaidah-Kaidah Hukum Perdagangan Internasional (Perdagangan Multilateral) Versi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization = WTO). Bandung : CV Utomo

Rakhmawati, Rosyidah. 2006. Hukum Ekonomi Internasional. Malang : Bayu Media




[2]               Loc.cit
[3]               Slide 9-10 mata tentang Dispute Settlement mata kuliah Hukum Organisasi Perdagangan Internasional yang disampaikan pada hari Senin, 14 Mei 2012
[4]              Dirdjosisworo, Soedjono. 2004. Kaidah-Kaidah Hukum Perdagangan Internasional (Perdagangan Multilateral) Versi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization = WTO). Bandung : CV Utomo hal 232

[5]               Op.cit, hlm 234
[6]               Op.cit, hlm 248
[7]               Op.cit, hlm 268
[8]              Rakhmawati, Rosyidah. 2006. Hukum Ekonomi Internasional. Malang : Bayu Media hal 129

[10]             loc.cit

No comments:

Post a Comment