ANALISIS
MENGENAI
PENYELESAIAN
SENGKETA : SENGKETA DS430
INDIA
– TINDAKAN MENGENAI IMPOR PRODUK PERTANIAN TERTENTU DARI AMERIKA SERIKAT
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Deskripsi
Kasus
Sengketa ini terjadi dari pengaduan oleh Amerika Serikat kepada tindakan India
atas larangan yang dikenakan terhadap berbagai produk pertanian dari Amerika
Serikat karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.
Hal ini tampak
dari pengaduan Amerika Serikat kepada
WTO. WTO akhirnya mengambil tindakan dengan cara konsultasi antar pihak yang
bersengketa yakni konsultasi Amerika Serikat pada tanggal 6 Maret 2012.
Amerika
Serikat dimintai konsultasi dengan India sehubungan dengan larangan yang
dikenakan oleh India atas impor berbagai produk pertanian dari Amerika Serikat
konon karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.
Langkah-langkah
pada masalah adalah : Impor Undang-Undang Peternakan India tahun 1898 (9tahun
1898) (“Ternak Act”), sejumlah perintah yang dikeluarkan oleh Departemen India
Peternakan, pekerjaan menghasilkan susu, dan Perikanan sesuai dengan
Undang-Undang Peternakan terakhir SO 1663 (E), serta setiap perubahan,
langkah-langkah terkaIt atau tindakan pelaksana.[1]
Amerika
Serikat mengklaim bahwa tindakan tampaknya tidak konsisten dengan Artikel 2,2, 2,3, 3,1, 5,1,
5,2,5,5, 5,6, 5,7, 6,1, 6,2, 7, dan Lampiran B,
paragraf 2, 5 dan 6 dari Persetujuan SPS,
dan Pasal I dan XI GATT 1994.[2]
Amerika Serikat juga mengklaim
bahwa tindakan India tersebut muncul untuk meniadakan atau merusak keuntungan
yang diperoleh Amerika Serikat secara langsung atau tidak langsung berdasarkan
perjanjian yang tertulis.
B.
Posisi
Kasus
Sengketa ini terjadi antara India dan Amerika
Serikat. Pengaduan itu sendiri dilontarkan oleh Amerika Serikat sehubungan
dengan larangan yang dikenakan oleh India atas impor berbagai produk pertanian
dari Amerika Serikat karena kekhawatiran terkait dengan Flu Burung.
WTO mengambil kebijakan dengan
menggunakan Dispute Settlement dalam menangani kasus tersebut, yakni suatu
prosedur guna mengadili sengketa hukum di antara negara-negara anggota yang
pengaturannya terdapat dalam Pasal XXII – XXIII GATT 1947.
Dispute Settlement Body (DSB) ini
sendiri merupakan penyelesaian sengketa di WTO yang lebih condong penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang melalui tingkatan fasilitas penyelesaian
sengketa mulai dari komunikasi/konsultasi/mediasi, panel of expert, appeal body
(banding) dan general council (dewan umum).[3] Dalam
tingkatan tersebut memiliki prosedurnya masing-masing, jika cara yang dilakukan
dianggap gagal maka dilanjutkan ketingkatan yang dibawahnya.
Dalam sengketa ini, posisi
sengketa masih berada dalam tahap awal, yakni tahap konsultasi.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Aturan-aturan apasajakah yang terkait dengan
kasus Sengketa DS430 ini?
2. Apasaja
prinsip-prinsip yang bertentangan dengan kasus Sengketa DS430 ini?
BAB II
ANALISA
A.
Aturan-aturan
Dalam sengketa ini,
aturan-aturan yang sesuai adalah aturan-aturan dalam Persetujuan Multilateral tentang Perdagangan Barang
yang meliputi Persetujuan tentang Prosedur Impor dan Persetujuan tentang
Pertanian.
Persetujuan
tentang Prosedur Perizinan Impor itu sendiri terletak dalam
Pasal 1 ayat (3) :
“peraturan-peraturan untuk prosedur perizinan
impor harus netral dalam pelaksanaanya dan diatur secara adil dan merata”.[4]
Selain itu juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (8) :
“impor-impor yang diijinkan tidak boleh
ditolak karena adanya perbedaan kecil dalam niloai, jumlah atau beratnya
dibandingkan yang tercantum pada ijinnya yang disebabkan oleh perbedaan yang
terjadi dalam pengiriman, perbedaan yang mungkin terjadi dalam pemuatan barang
secara besar-besaran, dan perbedaan kecil lainnya yang sesuai ddengan
praktek-praktek niaga yang normal”.[5]
Kemudian dalam Pasal 6 tentang Konsultasi dan penyelesaian
sengketa, yakni :
“Konsultasi dan penyelesaian sengketa yang
berhubungan dengan setiap masalah yang mempengaruhi operasi Persetejuan ini
harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan pasal22 dan pasal23 PERSETUJUAN UMUM
tentang Tarif dan Perdagangan 1994 sebagaimana dijelaskan ditetapkan dengan
kesepakatan tentang Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Anderstanding)”.[6]
Dalam Persetujuan
tentang Pertanian terdapat dalam Pasal 15 ayat (2) mengenai Perlakuan Khusus dan Berbeda, yakni
:
“negara anggota dari negara berkembang memiliki
fleksibilitas dalam mengimplementasikan komitmen pengurangan selama periode
sampai dengan 10 tahun. Komitmen pengurangan tidak perlu dilaksanakan oleh
negara yang belum berkembang”.[7]
Dalam
hal ini india termasuk salah satu anggota negara berkembang, sehingga india
berhak dan memiliki kewenangan untuk menjalankan pengurangan barang-barang
impor pertanian yang masuk ke negaranya dari Amerika serikat. Sesuai dalam
pasal ini india sudah mengimplementasikan proteksi berbagai produk impor
pertanian dari Amerika serikat yang dikhawatirkan terjangkit flu burung.
B.
PRINSIP-PRINSIP
Sengketa diatas bertentangan dengan
prinsip-prinsip :
1. Prinsip Transparansi (Transparency Principle)
Prinsip ini diatur dalam ketentuan
Artikel X GATT. berdasarkan prinsip tersebut, negara anggota wajib bersikap
terbuka terhadap kebijakan perdagangan sehingga memudahkan para pelaku usaha
untuk melakukan kegiatan perdagangan dan investasi. Dengan cara memberitahukan
segala kebijakan terkait dengan perdagangan barang dan jasa.[8]
Jadi ini termasuk bertentangan dengan
prinsip ini, sebab dalam hal ini India
harusnya bersikap terbuka dan jelas terhadap
Amerika Serikat terkait alasan mengapa India melarang masuknya
produk impor dari Amerika
Serikat ke negaranya. Sebaiknya tidak hanya dengan
alasan kekhawatiran terkait dengan flu burung, tetapi harus dibuktikan akan kebenaran flu
burung tersebut.
2.
Most Favour
Nation (MFN) Principle
Karena dalam Perjanjiann tentang Penerapan Sanitary dan Phytosanitary didalam Pasal 2 dan Pasal 3 dikatakan bahwa dasar
hak dan kewajiban yang berbunyi :
Pasal 2 “anggota harus memastikan bahwa setiap tindakan sanitary atau
phytosanitary hanya diterapkan sejauh diperlukan untuk melindungi manusia,
hewan atau tanaman hidup atau kesehatan, didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah
dan tidak dibuat tanpa bukti ilmiah yang cukup, kecuali sebagaimana diatur
dalam ayat 7 Pasal 5”.[9]
Pasal 3 “anggota harus memastikan bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak sewenang-wenang atau tidak dibenarkan melakukan diskriminasi antar anggota apabila kondisi yang sama atau serupa, termasuk diantara wilayah mereka sendiri dan wilayah Anggota lain. Ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak akan diterapkan dengan cara yang akan merupakan pembatasan terselubung terhadap perdagangan internasional”.[10]
Dalam prinsip Moust Favour
Nation (MFN) tersebut, menentukan bahwa setiap keuntungan, bantuan dan hak
istimewa yang diberikan oleh suatu negara peserta terhadap setiap barang yang
berasal dari ataupun yang ditujukan kepada suatu negara harus diberikan juga
(bagi produk sejenis) kepada seluruh anggota peserta lainya dengan segera dan
tanpa syarat.
Dengan demikian,
prinsip diskriminasi ini menentukan bahwa perlakuan yang sama terhadap semua
mitra dagang atas suatu konsesi harus diberikan pada semua negara tanpa
diskriminasi atas barang, jasa dan modal.
Disini tampak
bertentangannya pada India yang memberlakukan larangan yang dikenakan atas
berbagai produk pertanian dari Amerika Serikat karena kekhawatiran terkait
dengan Flu Burung.
Produk Pertanian
Yang termasuk
produk pertanian adalah Produk pertanian utama dapat
dikelompokkan ke dalam makanan, serat, bahan bakar, dan bahan baku. Pada abad
ke-21, tanaman telah digunakan untuk mengembangkan biofuel, biopharmaceuticals,
bioplastik, dan farmasi. Makanan spesifik termasuk sereal, sayuran, buah, dan
daging. Serat termasuk kapas, wol, rami, sutra dan rami. Bahan baku termasuk
kayu dan bambu. Bahan berguna lainnya yang diproduksi oleh tanaman, seperti
resin. Biofuel termasuk metana dari biomassa, etanol, dan biodiesel. Cut bunga,
tanaman pembibitan, ikan tropis dan burung untuk perdagangan hewan peliharaan
adalah beberapa produk hias. Mengenai produksi pangan, Bank Dunia menargetkan
produksi pangan pertanian dan pengelolaan air sebagai isu yang semakin global
yang mendorong sebuah perdebatan penting dan berkembang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sengketa yang terjadi antara Amerika Serikat
dengan India
bermula dari larangan masuknya berbagai produk impor dari Amerika Serikat ke India. Hal ini membuat Amerika Serikat
melaporkannya ke WTO. Amerika serikat mengklain bahwa tindakan India
tidak konsisten dengan artikel 2.2, 2.3, 3.1, 5.1, 5.2, 5.5, 5.6, 5.7, 6.1,
6.2, 7 dan Lampiran B, paragraf 2, 5 dan 6 dari Persetujuan SPS dan Pasal I dan
XI GATT 1994. Selain itu Amerika Serikat juga mengklaim bahwa tindakan India
tersebut muncul untuk meniadakan atau merusak keuntungan yang diperoleh Amerika
Serikat secara langsung atau tidak langsung berdasarkan perjanjian yang
tertulis. Sebab India menerapkan kebijakan Impor Undang-Undang Peternakan India
tahun 1989 (“Ternak Act”) yakni sejumlah perintah yang dikeluarkan oleh
Departemen Peternakan India mengenai pekerjaan menghasilkan susu, dan Perikanan
sesuai dengan Undang-Undang Peternakan, langkah-langkah terkait atau tindakan
pelaksana. WTO mengambil kebijakan dengan menggunakan Dispute
Settlement dalam menangani kasus tersebut, yakni suatu prosedur guna mengadili
sengketa hukum di antara negara-negara anggota yang pengaturannya terdapat
dalam Pasal XXII – XXIII GATT 1947. Dispute Settlement Body (DSB) ini sendiri
merupakan penyelesaian sengketa di WTO yang lebih condong penyelesaian sengketa
di luar pengadilan yang melalui tingkatan fasilitas penyelesaian sengketa mulai
dari komunikasi/konsultasi/mediasi, panel of expert, appeal body (banding) dan
general council (dewan umum). Dalam tingkatan tersebut memiliki prosedurnya
masing-masing, jika cara yang dilakukan dianggap gagal maka dilanjutkan
ketingkatan yang dibawahnya. Dalam sengketa ini, posisi sengketa masih berada
dalam tahap awal, yakni tahap konsultasi. Sengketa ini merujuk pada
aturan-aturan dalam Persetujuan
Multilateral tentang Perdagangan Barang yang meliputi Persetujuan tentang
Prosedur Impor Pasal 1 ayat (3) dan ayat (6), Pasal 6 dan Persetujuan tentang
Pertanian Pasal 15 ayat (2). Serta memenuhi prinsip transparansi dan prinsip
MFN.
B.
Saran
Menurut kelompok kami, berdasarkan hal yang terkait
dan apa yang telah dijabarkan
diatas, untuk menyelesaikan sengketa tersebut
menggunakan cara penyelesaian menggunakan Dispute Settlement dalam menangani kasus
tersebut, yakni suatu prosedur guna mengadili sengketa hukum di antara
negara-negara anggota yang pengaturannya terdapat dalam Pasal XXII – XXIII GATT
1947.
Dispute Settlement Body (DSB) ini
sendiri merupakan penyelesaian sengketa di WTO yang lebih condong penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang melalui tingkatan fasilitas penyelesaian
sengketa mulai dari komunikasi/konsultasi/mediasi, panel of expert, appeal body
(banding) dan general council (dewan umum). Dalam tingkatan tersebut memiliki
prosedurnya masing-masing, jika cara yang dilakukan dianggap gagal maka
dilanjutkan ketingkatan yang dibawahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala. 1997. HUKUM Ekonomi Internasional. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Dirdjosisworo, Soedjono. 2004. Kaidah-Kaidah Hukum Perdagangan Internasional (Perdagangan
Multilateral) Versi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization =
WTO). Bandung : CV Utomo
Rakhmawati, Rosyidah. 2006. Hukum Ekonomi Internasional. Malang : Bayu Media
http://search.wto.org/search?q=india+Measures+Concering+the+Importation+of+Certain+Agricultural+Product+from+the+United+States+DS+430&site=English_website&btnG=Search&entqr=0&output=xml_no_dtd&sort=date%3AD%3AL%3Ad1&client=english_frontend&numgm=5&ud=1&oe=ISO-8859-1&ie=ISO-88591&proxystylesheet=english-frontend&proxy-reload=1 diakses tanggal 4 Mei 2012 pukul 18.17
[1] http://search.wto.org/search?q=india+Measures+Concering+the+Importation+of+Certain+Agricultural+Product+from+the+United+States+DS+430&site=English_website&btnG=Search&entqr=0&output=xml_no_dtd&sort=date%3AD%3AL%3Ad1&client=english_frontend&numgm=5&ud=1&oe=ISO-8859-1&ie=ISO-88591&proxystylesheet=english-frontend&proxy-reload=1
diakses tanggal 4 Mei 2012 pukul 18.17
[2] Loc.cit
[3] Slide 9-10 mata tentang Dispute Settlement mata
kuliah Hukum Organisasi Perdagangan Internasional yang disampaikan pada hari
Senin, 14 Mei 2012
[4] Dirdjosisworo,
Soedjono. 2004. Kaidah-Kaidah Hukum
Perdagangan Internasional (Perdagangan Multilateral) Versi Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization = WTO). Bandung : CV Utomo hal
232
[9] http://search.wto.org/search?q=india+Measures+Concering+the+Importation+of+Certain+Agricultural+Product+from+the+United+States+DS+430&site=English_website&btnG=Search&entqr=0&output=xml_no_dtd&sort=date%3AD%3AL%3Ad1&client=english_frontend&numgm=5&ud=1&oe=ISO-8859-1&ie=ISO-88591&proxystylesheet=english-frontend&proxy-reload=1
diakses tanggal 4 Mei 2012 pukul 18.17
No comments:
Post a Comment